We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat

Bab 226
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Bab 226

Menyadari baliwa ada yang tidak beres, Selena segera menjelaskan, “Aku sudah membaca dokumen–

dokumen itu, tapi aku menemukan beberapa masalah. Dokumen -dokumen itu nggak membuktikan

secara langsung kalau adikmu dibunuh oleh ayahku. Nggak ada bukti fisik, dan nggak ada saksinya

juga, cuma dugaan kalau ayahku punya motif untuk melakukan kejahatan.”

Harvey langsung menjatuhkan piring di atas meja ke lantai.

Wajahnya yang tadinya tersenyum, kini terus menjadi sangat dingin. Harvey tiga

bulan yang lalu pun kembali muncul.

Sebelum Selena sempat memberi penjelasan lebih lanjut tentang masalah ini,

Harvey berdiri dan menatapnya dengan hina, dengan aura penindasan yang kuat.

“Pertama, aku sudah melakukan tes DNA terhadap mayat itu, tentunya dia adalah

adikku. Kemudian, aku juga sudah melakukan tes DNA terhadap mayat anak yang ada di dalam

kandungannya dengan Arya untuk memastikan bahwa Arya adalah

ayah kandungnya.”

“Kedua, aku sudah menyelidiki kehidupan Lanny beberapa waktu sebelum

meninggal, baik itu riwayat teleponnya, atau riwayat lainnya, dan orang yang paling

sering dihubunginya adalah Arya.”

“Terakhir, satu–satunya orang yang dia temui dulu adalah Arya. Selain Arya, menurutmu siapa lagi?

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

Kalau kamu butuh saksi, perlu ada keajaiban medis dari ayahmu, atau kamu mau orang mati

berbicara?”

Selena menatap wajah dingin Harvey lekat–lekat. Ternyata, sampai kapan pun Lanny tetap akan

menjadi sosok yang tidak akan pernah bisa disentuhnya.

Selena kira hubungannya dengan Harvey sudah membaik, tetapi sekarang tampaknya posisinya di hati

Harvey tidak bisa dibandingkan dengan Agatha atau

Lanny.

Dia diam–diam menahan keinginannya untuk mengungkapkan kebenaran. Dia khawatir kalau

mengatakannya, hal itu hanya akan menyulitkan dirinya sendiri.

1/1

Sementara Harvey tidak akan merasa kasihan, mungkin malah akan mengira bahwa Selena berusaha

melindungi Arya.

Melihat lantai yang berantakan, ini sangat mirip dengan ketulusan hatinya dulu dan pernikahannya

dengan Harvey yang hancur.

“Pokoknya aku percaya pada ayahku,” ujar Selena menunduk, tidak menjelaskan

lagi.

Perkataan itu sungguh membuat Harvey geram, “Kalau begitu pergi dari sini!” teriaknya dengan wajah

ganas.

Selena membanting pintu dan pergi. Masih belum ada jalan keluar untuk dirinya

dan Harvey.

Tanpa Agatha pun, selamanya Lanny akan selalu menjadi “duri” antara dirinya dan

Harvey.

Setelah keluar dari hotel, Selena melihat lantai gedung yang menjulang tinggi di

atas kepalanya.

Dia tahu sekarang Harvey sedang berdiri di balkon sambil merokok.

Seseorang sedang merokok sendirian, dia bahkan tidak bisa melihat sosok pria itu.

Kali ini, hanya ada Harvey seorang.

Dia menunduk melihat ke jalanan yang ramai, mungkin dari tadi Selena sudah masuk ke dalam

kerumunan, dia berusaha keras untuk menemukannya di tengah

kerumunan itu.

Namun, dia menyadari bahwa dia tidak bisa melihat apa–apa dengan jelas di kegelapan malam.

Di depannya ada banyak nyala lampu, sedangkan di belakangnya ada ruangan gelap

tanpa lampu.

Sementara dia berdiri di tengah–tengah kegelapan dan terang, namun wajahnya

terlihat sangat kesakitan.

Harvey mencoba untuk menahan Selena, namun ujung jarinya hanya bergerak di udara tanpa meraih

apa pun.

Dia perlahan berjalan ke kamar dengan sempoyongan.

Kegelapan seolah seperti monster yang mengancam dengan taring dan cakarnya,

yang perlahan menelannya.

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

“Seli, kamu sudah berjanji mau menemaniku, selalu menemaniku,” gumamnya pelan.

“Maaf Lanny, Kakak datang terlambat.”

“Kavin, ini salahku. Ini semua salahku.”

Terdengar suara keras. Harvey menutupi kepalanya dan jatuh ke lantai dengan

keras.

Chandra pun bergegas masuk, menyalakan lampu dan melihat ruangan yang

berantakan, serta Harvey yang mengambil pecahan keramik dan hendak memotong

pergelangan tangannya. Wajah Chandra berubah drastis dan dia bergegas, “Tuan

Harvey!”

Chandra menahan Harvey, sementara Harvey setengah sadar dan mulutnya terus

mengoceh.

“Alex, cepat suruh Nyonya pulang, Tuan Harvey sakit!”

Begitu mendengar kata “Nyonya“, Harvey menjadi sadar. Dia pun melihat pecahan

keramik di sebelahnya dan darah di telapak tangannya, kemudian dia baru sadar

apa yang telah dilakukannya.

“Jangan telepon dia!”

Harvey tidak ingin Selena melihat penampilannya yang jelek.

Chandra menghela napas, “Tuan Harvey, carilah waktu untuk menemui Dokter

Richard. Kalau seperti ini terus, kamu bisa mati.”

“Chandra, apa menurutmu aku bisa melihat Lanny setelah aku mati?” tanya Harvey

dengan mulut gemetar.

“Tuan Harvey, kalau begitu kamu nggak akan bisa melihat Nyonya selamanya.”