We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat

Bab 240
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Bab 240

Akhirnya Selena menghela napas lega. Pria itu benar–benar menakutkan!

Kenapa orang ini tidak pulang lebih awal untuk menenangkan Agatha dan malah bersembunyi di sini?

“Tuan Harvey, kebetulan sekali.”

Harvey menatap Selena dari atas hingga bawah, lalu memasang ekspresi dingin dan berkata, “Aku

sengaja menunggumu di sini.”

Selena merasa ada yang tidak beres dengan Harvey. Cahaya korek api terpantul di wajah Harvey.

Setengah cahaya dan setengah bayangan, seolah–olah itu ada jalinan antara malaikat dan iblis.

“Menungguku?” Selena menelan ludah, aura dingin yang memancar dari tubuhnya

sedikit menakutkan.

Harvey tak mengatakan apa–apa dan berjalan ke depan tanpa ragu.

Selena tidak tahu apa yang ada di pikiran Harvey. Dia mengikuti Harvey di belakang dan lift langsung

menuju ke lantai paling atas.

Angin bertiup kencang di atap. Meskipun ini musim pancaroba, angin malam masih bercampur dengan

rintikan hujan. Terasa begitu dingin sedingin punggung Harvey.

Selena pun menciutkan lehernya ke dalam baju. Harvey tidak berniat untuk bunuh

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

diri di sini, kan?

Bagaimanapun juga, dibandingkan dengan aura presiden direktur Harvey yang ganas, dia lebih mirip

seperti bandit.

7

Sambil menggigit puntung rokoknya, asap rokok menyelimuti wajahnya.

Cahaya di kejauhan berkedip–kedip di belakang Harvey seperti bima sakti, tetapi

dirinya tak merasakan adanya kehangatan.

Tuan Harvey, ada apa sampai memanggilku ke sini?”

Harvey mendongak dan menatap Selena. Meskipun dia tak berniat apa–apa, tapi

13

+15 BONUS

tatapan Selena seakan–akan menjauh.

Bagaimana Selena bisa berinisiatif untuk bekerja di bawah pengawasan Harvey

seperti ini?

“Katakan, kenapa kamu datang ke Grup Irwin?” tanya Irwin dengan santai sambil bersandar di dinding

dengan rokok di antara jari tangan kanannya.

Selena tidak tahu alasan Harvey menanyakan pertanyaan itu. Mungkinkah Harvey

menyadari sesuatu?

“Bukankah sudah kubilang? Aku bosan dengan kehidupanku saat ini. Aku ingin menyadarkan harga

diriku dan lanjut ke kehidupan yang baru.”

Harvey berjalan ke arah Selena. Wajahnya yang remang–remang membuat Selena secara alami

merasa bahaya dan mundur ke belakang.

Sampai tubuhnya menempel ke dinding. Harvey mendekat dan mengangkat dagu Selena. Rokoknya

dijepit di antara jari telunjuk dan jari tengahnya.

Asap dan api mengepul di pipi Selena. Selena melihat warna merah api yang menyala sedikit demi

sedikit semakin dekat ke wajahnya. Dia sudah bisa merasakan

hawa panas di mukanya.

“Aku ingat kamu pernah bilang kalau hanya bidang medis yang bisa menyembuhkan dan

menyelamatkan orang, serta membantu mereka yang membutuhkan. Dengan begitu, kamu bisa

benar–benar menyadari arti hidupmu. Sejak kapan nilai kehidupanmu berubah ke departemen

penjualan?”

Selena menjawab dengan tenang, “Aku berpikir, apakah tak ada rumah sakit. yang

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

bersedia menerimaku sekarang? Saat itu aku berhenti belajar, nggak ikut ambil banyak ujian

bersertifikat, dan kurang berpengalaman. Bahkan kalau aku masuk ke

rumah sakit, mungkin aku hanya akan menjadi perawat kecil yang mengantarkan

obat dan mengganti perban.”

Jawaban Selena sangat sempurna. Harvey tidak bisa mempercayainya dan menatap

Selena lebih dalam.

“Selena, aku bertanya padamu untuk terakhir kalinya, untuk apa kamu datang ke

sini?”

Untuk sesaat, Selena ingin mengungkapkan semuanya, tetapi ketika dia memikirkan kemarahan dan

kebahagiaan ketika Harvey menyebut nama Lanny, Selena hanya bisa menelan kembali semua kata–

katanya.

Selena menjilat bibitnya yang kering dan berkata, “Menghabiskan waktu.”

Rokok itu hampir habis, tetapi Harvey masih tidak berniat untuk membuangnya dari

jarinya.

“Kamu harus tahu bahwa aku paling benci dengan pengkhianatan dan kebohongan.”

Selena menelan air ludahnya dan menutup matanya rapat–rapat sebelum puntung rokok itu membakar

wajahnya, lalu berkata sambil berteriak, “Aku nggak bohong.”

Tangan yang menjepit dagu Selena sudah terlepas. Selena membuka matanya lagi dan air mata

mengalir di matanya. Selena mendorong Harvey dengan kasar ke samping dan berkata, “Dasar gila!”