Tasya tersenyum dingin. “Kamu benar-benar ingin tahu? Kalau begitu akan kuberitahu. Orang yang
diselamatkan Ibuku saat itu adalah Elan.” Helen tercengang dan ketakutan saat mendengarnya, sambil
bertanya-tanya apakah Ibu Tasya benar-benar menyelamatkan Elan. Tidak mungkin! Terlalu banyak
kebetulan yang terjadi! Kalau itu memang benar, Tasya pasti sudah meminta keluarga Prapanca untuk
balas budi meskipun dia tidak tahu apa yang terjadi malam itu. “Makanya, aku peringatkan lagi, jangan
membuatku kesal. Kalau tidak, akulah yang nanti akan jadi Nyonya di keluarga Prapanca,” ancam
Tasya pada Helen. Helen seketika merinding mendengarnya. Dia mengepalkan tangannya saat rasa
takut itu mulai memenuhi kepalanya. “Tasya, maafkan aku atas apa yang terjadi waktu itu. Apakah
kamu mau memaafkanku?” pinta Helen memohon ampunannya. “Kamu ingin pengampunanku?” Tasya
memercikkan air yang ada di tangannya. “Teruslah bermimpi!” Meskipun Helen melindungi dirinya dari
percikan air itu dengan tangan, wajahnya masih basah terkena air. Matanya terus menatap Tasya yang
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtpergi, dan dirinya dipenuhi amarah dan dendam membara. Meskipun penampilan Tasya menarik
perhatian banyak laki-laki di acara itu, Helen teringat dengan penampilan cantiknya yang populer saat
mereka masih kecil. Tasya, aku tidak akan membiarkanmu menikahi Elan! Dia hanya milikku seorang!
Helen mengepalkan tangannya saat dia memikirkan hal itu. Ketika Tasya kembali ke mejanya, dia
dengan centil mengibaskan rambutnya di belakang telinganya. Lalu, dia mengangkat kepalanya, dan
bertatapan dengan mata laki-laki itu lagi, mata yang terlihat seperti kristal hitam saat terkena cahaya
lilin. Di satu sisi, bagi Elan wanita itu seperti mutiara yang bersinar dalam kegelapan, membuat
kecantikan dan keanggunannya menyihir semua laki-laki yang menatapnya. Tapi, Tasya tidak sadar
kalau dia adalah salah satu dari sosialita paling cantik dalam acara pameran perhiasan itu. Tak berapa
lama, Helen pun kembali dari kamar mandi, sambil berpura-pura terlihat bersimpati saat dia kembali
duduk di samping Elan. Tidak seperti sikapnya yang kasar dan angkuh saat di kamar mandi tadi, dia
sekarang bersikap polos seperti sosok wanita yang membutuhkan laki-laki untuk melindunginya. Hal ini
membuat Tasya jijik dan tidak napsu makan. Makanya, dia meraih segelas air untuk menenangkan
dirinya. “Nona Tasya, ini menu daging panggang dengan truffle yang baru saja dihidangkan. Apakah
kamu mau mencobanya?” tanya Jimmy sembari mengambilkan segelas air untuknya. “Terima kasih.”
ujar Tasya sambil tersenyum. Ketika mereka selesai makan malam, sesi selanjutnya dilanjutkan
dengan mengenalkan menu jamuan. Tapi, Tasya pergi ke balkon sendirian sambil membawa segelas
anggur merah, mungkin karena dia satu-satunya tamu yang datang tanpa pasangan. Menatap langit
kota yang tampak seperti hamparan sawah emas yang bersinar di malam hari, dia hanya bisa merasa
sedih melihat orang-orang yang kehilangan jati diri mereka demi mengejar kekayaan di lingkungan
mereka. “Kenapa kamu disini?” Sebuah suara berat seorang laki-laki tiba-tiba muncul. Tanpa menoleh,
Tasya sudah tahu siapa yang berbicara dan tertawa lirih. “Memangnya kenapa? Apa aku harus
memberitahumu dulu sebelum datang ke pameran perhiasan ini?” “Nando Sofyan itu siapamu?” Tasya
membalikkan badannya dan tercengang, sambil menatap sosok laki-laki tampan yang memegang
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmsegelas anggur merah sambil mengernyitkan keningnya. “Kamu kenal Nando?” “Iya, tentu saja” jawab
Elan tenang, dan Tasya sama sekali tidak terkejut melihatnya. Apalagi, Tasya yakin alasan Nando
diundang ke pameran perhiasan ini mungkin karena kekayaan dan keluarganya yang sangat
berpengaruh. Makanya, Tasya sama sekali tidak terkejut ketika kedua laki-laki ini, yang merupakan
bagian dari sosialita kelas atas, bisa saling mengenal satu sama lain. “Kamu belum menjawab
pertanyaanku. Nando itu siapamu?” Laki-laki di belakang Tasya itu terus bersikeras dengan
pertanyaannya. Tasya menyesap anggurnya. “Kenapa aku harus memberitahumu?” ujarnya sambil
beranjak dari balkon tanpa menunggu jawaban Elan, karena merasa jijik mengingat Elan adalah pacar
Helen. Setelah wanita itu pergi, Elan ditinggal sendirian, sambil menyipitkan matanya dan ekspresi
wajah muram. Sementara itu, Helen sedang berbincang dengan salah satu sosialita di antara para
tamu saat dia melihat Tasya pergi dari balkon. Tahu Elan masih ada di balkon, dia merasa sangat
cemburu pada wanita itu. Apa Tasya mencoba menggoda Elan? Lalu, dia juga melihat Elan pergi dari
balkon. Tiba-tiba, sebuah ide muncul di kepalanya dan dia segera mendekati Tasya sambil membawa
segelas anggur di tangannya.