Bab 1799
“Wajahku terluka, bekas lukanya masih belum hilang, jelek sekali, takut mengagetkan kalian.”
Dewi mencari sebuah alasan yang sangat bagus, “Ini semua salahmu, kamulah yang menabrakku, kamu bahkan
merusak wajahku, tapi hanya membayar kompensasi uang sebesar itu.”
Mendengar wanita ini mengungkit uang, Lorenzo langsung tidak tertarik, bahkan malas menyelidiki konspirasi di
baliknya ...
Wanita ini, masalah ini, bukan urusannya.
Lorenzo mulai makan, setelah makan sedikit, kemudian minum obat.
Dari baunya, obat ini sudah pasti terasa pahit, dia memegang mangkuk, mengerutkan alisnya.
“Habiskanlah dalam satu teguk, semangat.”
Meskipun Dewi tidak melihatnya, tapi dia tahu Lorenzo sedang bergumul.
Saat itu, dia sedang memunggunginya, diam-diam memakan makanan di atas meja, maskernya terbuka, salah
satu tangannya diletakkan di atas meja, sehingga bisa menariknya kapan aja.
Lorenzo menghirup napas dalam-dalam, menutup mata, lalu meminum obatnya dalam satu teguk.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt
Setelah menelannya, dia hampir memuntahkannya, tapi tanpa sadar dia meniru cara Dewi, menahan mulutnya,
memaksakan diri untuk menelannya.
Kemudian, dia mengambil tisu dan mengelap mulutnya, lalu mencari permen ke seluruh kamar ....
“Nih!” Dewi memberikan permen yang sudah dibuka bungkusnya.
Saat itu, dia sudah memakai maskernya.
Lorenzo menerima permennya dan memasukkannya ke dalam mulutnya, lalu berbaring di atas kasur, menyadari
Dewi tidak keluar, dia memarahinya, “Kenapa kamu masih belum keluar?”
“Aku harus berjaga-jaga dulu di sini.” Dewi mengutak-atik kotak obatnya, “Kalau malam ini kamu demam lagi
bagaimana?”
Lorenzo tidak memedulikannya, dia berteriak ke arah luar, “Jasper!”
“Baik!” Jasper segera masuk, “Tuan!”
“Berjaga-jagalah.” Perintah Lorenzo.
“Baik.” Jasper melirik Dewi, berjaga-jaga di satu sisi dengan hati-hati.
Dewi tidak dapat berkata-kata, dia hanya ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk mengambil kalung itu,
tidak disangka pria ini begitu waspada .....
Tidak, dia mungkin bukannya ingin mencegahnya mencuri barang.
Tapi, ingin mencegahnya untuk mengambil keuntungan darinya.
Memikirkan hal ini, Dewi sedikit marah, dengan penuh amarah dia memelototi pria di atas kasur itu ....
“Tabib Dewi, apa Tuan malam ini tidak akan demam lagi?” Tanya Jasper dengan suara pelan.
“Tidak tahu.” Dewi menyadari malam ini dia tidak bisa bertindak, dia bangkit dan pergi, “Jaga dia baik-baik,
kalau panasnya mencapai 39 derajat, panggil aku.”
“Baiklah.” Jasper melihatnya pergi, menggeleng dengan tidak berdaya, di dalam hati dia berpikir, wanita ini
memang ingin mencari perhatian Tuan, melihatnya ada di sini, dia merasa tidak akan mendapat kesempatan,
lalu langsung mencari alasan dan keluar
Dewi kembali ke ruangannya, sedang bersiap mengeringkan rambut, tiba-tiba terdengar ketukan pintu dari luar,
dia pergi membukanya.
“Halo, Tabib Dewi, aku datang mengantarkan makan malam.”
Robin berdiri di pintu, melihatnya sambil tersenyum.
Di belakangnya ada dua pelayan wanita, sedang mendorong troli makanan.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm
“Kebetulan sekali, aku tadi belum makan sampai kenyang.”
Dewi tidak berpikir banyak dan langsung membuka pintu, mempersilakan mereka masuk.
Dua pelayan meletakkan makanan di atas meja.
Robin menatapnya dengan tenang di tempat, “Tabib Dewi, dengar-dengar keterampilan medis Anda sangat
hebat, tidak tahu, apakah Anda bisa mendiagnosis Pangeran kami?”
“Pangeran?” Dewi baru meresponnya, “Kalian dari Kerajaan? Negara apa?”
“Pangeran kami adalah Pangeran Denmark.” Tatapan Robin berubah menjadi sedikit bingung, “Apa Anda tahu?”
“Bagaimana aku bisa tahu?” Kata Dewi tanpa berpikir, “Dia sakit apa?”
“Waktu kecil Pangeran mengendarai kuda, kedua kakinya patah, selalu duduk di kursi roda ....” Robin berhati-
hati mengamati responnya, “Sebelumnya kami memanggil seorang Tabib Hebat dari Negara Nusantara, dia
bilang, ada harapan untuk sembuh.”
“Kalau Tabib Hebat itu bilang ada harapan, suruh saja dia menyembuhkannya.” Dewi duduk dan mulai memakan
makanannya, lalu berkata lagi, “Itu sudah bertahun-tahun, tidak bisa disembuhkan!”
“Bisakah Anda melihatnya dulu? Biaya pengobatannya terserah Anda, berapa pun tidak masalah.”
Robin masih mencoba mengetesnya.
“Benarkah?” Begitu Dewi mendengar biaya pengobatan, matanya langsung bersinar, lalu mencoba bertanya,
“Kalau begitu, bisakah berikan aku uang muka beberapa ratus milyar dulu?”